|
Menu Close Menu

Menteri Keuangan Lebih Suka Tingkatkan Penerimaan Negara Daripada Utang

Jumat, 25 Mei 2018 | 15.37 WIB

bacaPOL.com Ponorogo - “Ibu kalau cuma punya uang Rp1.894 triliun (dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak) kok belanjanya 2.220 (triliun)? Jadi gimana? Utang. Lho itu yang sering disebutkan di masyarakat. Emang Ibu itu seneng utang ya? Enggak, nda seneng. Kalau saya senengnya yang Rp1.894 triliun itu menjadi Rp3.000 triliun tapi belanjanya Rp2.200 triliun sehingga saya bisa nabung. Menteri Keuangan nda bisa cetak duit aja? (daripada utang),“ kata Menteri Keuangan (Menkeu) di depan para pimpinan dan ribuan santri Pondok Modern Darussalam Gontor.

Hal ini Ia sampaikan di kegiatan 'Silaturahim dan Buka Puasa Bersama Menteri Keuangan dan Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor' di Ponorogo, Jawa Timur, pada Jumat malam (25/05).

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan dirinya lebih suka meningkatkan penerimaan negara daripada utang. Namun mengingat penerimaan negara masih lebih rendah dari belanja negara (defisit APBN) maka utang menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dipilih Pemerintah untuk menambal kekurangan tersebut.

Menkeu menjelaskan defisit APBN itu tidak bisa diselesaikan dengan cara mencetak uang sebanyak-banyaknya. Uang yang dicetak berlebihan akan menyebabkan inflasi yaitu naiknya harga barang dan jasa yang berarti penurunan nilai mata uang rupiah.

Oleh karena itu, Menkeu menegaskan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk menurunkan rasio utang dan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak yang berkeadilan. Ia mengatakan bahwa dibutuhkan reformasi pajak untuk mewujudkan pajak yang berkeadilan. Ia menjelaskan maksud dari pajak berkeadilan adalah orang yang kaya akan membayar pajak lebih besar daripada orang yang hartanya biasa saja, bahkan yang miskin sudah seharusnya tidak membayar.

“Makanya kami melakukan perbaikan perpajakan. Reformasi pajak. Yang kaya banget ya harusnya bayarnya banyak banget, yang agak kaya, ya bayarnya agak banyak, yang sedang-sedang, bayarnya ya sedang-sedang, yang miskin, ya jangan bayar, malah dikasih duit. Adil khan?," tambahnya.

Menkeu juga menjelaskan dalam mengejar wajib pajak besar (WP besar), salah satu strategi Pemerintah adalah merekrut ahli forensic accounting untuk membantu Pemerintah melakukan pelacakan uang WP besar yang disembunyikan. Selain itu, Indonesia juga melakukan perjanjian internasional dengan sekitar 100 negara melalui Automatic Exchange of Information (AEOI) untuk melacak uang orang Indonesia yang disembunyikan di luar negeri dan sebaliknya. Ia menerangkan, dengan AEOI Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyimpan uang di negara lain yang ikut bekerjasama akan dilaporkan oleh negara tersebut. Sebaliknya, Warga Negara Asing (WNA) yang menyimpan uang di Indonesia, akan Pemerintah laporkan kepada negara ia berasal.
Bagikan:

Komentar